Menurut Guru Besar Fakultas Syariah UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Fathurrahman Djamil, nazhir berasal dari kata
kerja dalam bahasa Arab yaitu ‘nazhara’ yang berarti ‘menjaga, mengelola,
memelihara dan mengawasi’. Adapun nazhir sendiri jika diserap ke dalam bahasa
Indonesia, dapat diartikan sebagai ‘pengawas’. Sedangkan nazhir wakaf sendiri
tentu saja adalah orang yang diberi tugas untuk mengawasi dan mengelola wakaf,
istilah inilah yang kemudian dikembangkan menjadi sekelompok orang ataupun badan
hukum yang bertugas sebagai pengelola wakaf
produktif.
Menurut pasal 9 UU No. 41 tahun 2004 mengenai
Wakaf, menyebutkan bahwa nazhir dapat meliputi perseorangan, organisasi maupun
badan hukum. Sedangkan persyaratan menjadi nazhir menurut pasal tersebut antara
lain: merupakan WNI, beragama Islam, dewasa, amanah, sehat secara jasmani dan
rohani serta tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum. Sedangkan untuk
organisasi, dapat menjadi nazhir apabila telah memenuhi persyaratan di
antaranya: pertama, pengurus organisasi yang terkait telah memenuhi persyaratan
sebagai nazhir secara perseorangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1).
Kedua, organisasi bergerak dalam bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan
atau keagamaan Islam.
Persyaratan Menjadi Nazhir, Pengelola Wakaf Produktif
Sedangkan untuk badan hukum, syarat menjadi nazhir
atau pengelola wakaf yang produktif kurang lebih sama dengan syarat
menjadi nazhir bagi suatu organisasi di antaranya adalah: pengurus badan hukum
yang terkait telah memenuhi syarat sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1)
dan badan hukum dibentuk sesuai dengan peraturan serta perundang-undangan yang
berlaku, dan yang terakhir, badan hukum yang bersangkutan bergerak dalam bidang
sosial, kemasyarakatan, pendidikan dan atau keagamaan Islam.
Menurut pasal 11 UU No. 41 tahun 2004, ada beberapa
tugas nazhir di antaranya adalah:
●
Melakukan tugas
keadministrasian terhadap harta benda wakaf.
●
Mengelola serta
mengembangkan harta benda yang diwakafkan orang sesuai dengan tujuan, fungsi
serta peruntukan (kegunaan)nya.
●
Melindungi dan mengawasi
harta wakaf.
●
Melaporkan pelaksanaan
tugasnya pada Badan Wakaf Indonesia.
Prof. Dr. Fathurrahman Djamil menambahkan bahwa ada
persyaratan umum lainnya yang diperuntukkan bagi calon nazhir di antaranya
adalah sebagai berikut:
●
Nazhir adalah pemimpin umum
dalam wakaf sehingga nazhir haruslah memiliki akhlak yang mulia, amanah,
memiliki pengalaman, menguasai ilmu-ilmu administrasi dan keuangan atau yang
dianggap perlu dalam melaksanakan tugas dan perannya sesuai dengan jenis wakaf
serta tujuannya.
●
Harus bisa bekerja sama
selama masa kerja yang ia miliki dalam batasan UU wakaf sesuai dengan keputusan
dari organisasi sosial serta dewan pengurus. Nazhir wajib mengerjakan tugas
harian yang menurutnya baik serta membagi petugas-petugasnya, juga memiliki
komitmen dalam menjaga keutuhan wakaf, meningkatkan pendapatan sekaligus
menyalurkan manfaatnya, sesuai tugas utamanya yaitu pengelola wakaf
produktif.
●
Tunduk pada pengawasan
Kemenag dan Badan Wakaf Indonesia dan wajib melaporkan kegiatan administrasi
dan keuangannya.
Nazhir bertanggungjawab secara pribadi atas hutang
atau kerugian yang timbul dan bertentangan dengan UU Wakaf.